Spa...


Saya rasa semuanya setuju kalau kita tidak bisa mengerjakan semua hal Sayapun setuju kalau saya tidak mampu melakukan semua pekerjaan dalam sekali pergantian siang malam Tapi kondisi membuatku harus melakukan semuanya Dan saya harus bisa! Atau akan ada yang terluka, sakit, atau kecewa..
Entah itu ayahku, ibu, kakak, ponakan, teman-teman, MoChuisle, atau diriku sendiri...
Dan sepenggal jeda ini kumanfaatkan sebaiknya untuk memanjakan diriku di nikmatnya spa kata-kata...

Schizophrenic

Acara ijab-qabul mu... Kau meninggalkanku dengannya, dengan sosok yang sempurna itu! Hiks...

Ugh, layar berganti.

Ternyata kau diam-diam memotretku, menyusun slide demi slide frame-ku, menyusun sebuah presentase dan
puisi untuk melamarku.

Clap!
Gelap...
Darahku mengalir. Kau memukulku dengan tanganmu karena membocorkan isi kotak pandora pada ibumu. Sakit...



Lelah, tiap kali berkedip, bayangan terganti. Saling menghujam ide satu dan lainnya. Apa ini akibat terlalu takut kehilangan mu? Atau terlalu percaya dengan mimpi-mimpi yang kau tawarkan? Ketakutan, dan trauma bertabrakan dengan angan dan mimipiku. Sangat ingin percaya padamu tapi tetap takut hobi-mu yang lalu kambuh lagi. Bayangan itu berbenturan..perlahan membuatku gila. Seperti gambling...You love me? You love me not? Atau lebih tepatnya Apa aku bisa mencintaimu dengan mencintai diriku terlebih dulu?

Ada apa dengan Ginsul?



"Sejak membaca statusnya di facebook, pikiranku tidak pernah tenang. Sudah kucoba untuk menghubunginya via sms, tapi klarifikasinya menggantung. Biasa, naga satu ini paling pintar menyembunyi rasa"




Ada undangan untuk menginap di rumah Usagi sabtu lalu, datangnya dari naga ginsul. Saya tahu dia membutuhkan teman berbagi di sana, dan jika saya tidak dikejar deadline oleh orang tua, yakinlah saya dengan senang hati kabur dari rumah, mengarang cerita bohong (as usual...), untuk menjadi salah satu tong sampah baginya. Saat ini, hal yang paling ingin kulakukan adalah minggat dan curhat-curhatan semalam suntuk dengan para naga!



Semoga ginsul segera menemukan obat penenangnya... Bukan yang berasal dari campuran bahan kimia, tapi dari rangkulan seorang sahabat, serta kebijakan hatinya...

selasa/rabu?



Saya pilih rabu!
Rabu tahun depan kalau bisa. Atau tahun depannya lagi. Atau sebaiknya selasa dan rabu di
remove saja dari daftar nama-nama hari supaya kau tetap di sini?
Supaya aku bisa selamanya memandangmu, merasakan hangatnya sentuhanmu, berdebat, dan membuatmu kesal. Raut wajahmu yang selalu berubah seiring perubahan mood-ku adalah salah satu pemandangan terindah ketika bersamamu. Aku senang mempermainkanmu dengan emosiku. Melihatmu marah atau hampir menangis, tersenyum dan tertawa, adalah warna-warnimu yang tak pernah rela kubagi dengan orang lain.

Tapi bagaimanapun kau harus pergi. Lagi...

Kali ini dalam waktu yang tak pasti. Mungkin sepuluh bulan sesuai tenggak kontrakmu saat ini. Mungkin juga dua tahun lagi, setelah kau merasa pengalaman kerjamu cukup untuk pindah kerja dan cukup untuk pondasi masa depan kita.
Tapi, mungkin juga selamanya, kalau keadaan dan keluarga menahanmu, kalau kau merasa nyaman dengan kerjaanmu, atau kalau ada yang berhasil mengusirku dari hatimu...


when your gone,
maybe it's time come home

Kembali pulang, menghangatkan badan...
Merapikan mental dan diri untuk memulai hidup baru
Memulai rutinitas sebagai cecunguk negara sambil memintal benang rindu...
Cepatlah pulang, secangkir teh selalu siap menjemputmu...


Coret

Blog ini sebenarnya sudah usang usianya, tapi setelah jalan-jalan ke blog teman jadi rindu coret-coret. Meski isinya juga nda jelas (sama nda jelasnya juga dengan tujuanku menulis postingan ini), tapi bagaimanapun selalu ada uneg-uneg yang mau dikeluarkan. Berhubung saya ini orangnya rada-rada introvert, jadi kalo menumpahkan kesal ya...kesini ini...

Untungnya pas niat mencoret itu muncul, blognya belum terhapus. Tapi, sekilas melihat isinya, hupff...memprihatinkan!

Yah, sambil melatih keterampilan mencoret, saya berinisiatif bermain-main dengan desainnya sambil merepotkan emma. Untungnya yang direpotkan juga suka mencoret di dunia maya, jadinya lebih menguasai teknik-teknik rahasia menghias blog. Hihihi...

Lay out ini juga salah satu pilihan terbaiknya. Kekanakan sepertiku, penuh warna seperti egoku, dan imut seperti ponakanku. (lho? :p )

Mudah-mudahan saja tampilan barunya bisa merangsang mood-ku untuk mencoret. Menuangkan ego yang warnanya tidak pernah bisa ku prediksi. Seperti kali ini, ntah warnanya apa, sampai coretan yang kubuat jadi nda jelas begini. Mat enjoy deh! ;)

Bagaimana menjadi kupu-kupu?


Kalau ulat, tentu jelas proses metamorfosanya, daru ulat kecil, dewasa, lalu membentuk kepompong (pupa), dan selang beberapa waku akhirnya menjadi kupu-kupu. Sungguh Kuasa-Nya tak terhingga.

Tapi yang terjadi pada ulat hanya sebatas perubahan biologis. Lain halnya dengan manusia, proses metamorfosanya tidak hanya pada segi biologis tapi juga mental. Tapi kalau pada manusia lebih dikenal dengan istilah evolusi (cuma sok tahu sih, mudah-mudahan tidak salah). Jika perubahan biologis dapat dilihat dari perubahan struktur tubuh atau wajah seseorang, maka perkembangan mental yang menyertainya hanya dapat dideteksi dari prilakunya dalam menghadapi suatu masalah.

Proses perkembangan mental tidak selalu berjalan bersamaan dengan perkembangan fisik,. Ada yang lambat dan ada juga yang cepat, tergantung gen bawaan, kondisi lingkungan tempat tinggal, atau kualitas masalah yang dihadapi dalam hidupnya.

Nah, saat ini kepompongku sudah menghangat, dan sangat nyaman terasa. Tapi tiba-tiba panggilan alam datang dan menuntutku keluar dari zona nyaman. Saya punya pilihan untuk tetap tinggal dan bermalas-malasan dalam kepompong, atau terbang melihat dunia dengan warna-warninya. Saya sudah lama memimpikan petualangan di dunia nyata tapi ketika pintu itu terbuka, kok rasanya hampa? Tidak ada kesan, tidak ada euforia berlebih seperti seperti seseorang yang baru menerima lotre. Mungkin karena dunia yang memanggil, sedikit berbeda dengan dunia yang kuimpikan selama ini?


Bukan, bukanyya tidak mensyukuri panugerah-Mu wahai sang Maha Pemberi...
Jiwa ini tahu, apapun keputusan-Mu, itulah yang kubutuhkan, meski egoku meminta lain.
Pelayanan dalam kepompong terlalu memanjakan hingga jiwa ini malas dan tidak berani mengasah mentalnya. Saat ini, keraguan bermunculan dalam benaknya, apakah dia mampu bermetamorfosa sempurna layaknya kupu-kupu?

Almond Descents

Lihat bentuk mata mereka, sangat mempesona... Almond shape eyes are the most beautiful eyes ever....


Matanya terlihat bulat cerah di hari pertama hembusan napasnya mengaliri dunia. Tapi di tahun pertama hingga ajal, matanya terlihat seperti kacang almond. Cantik...





Nah turunan ke dua dan ke tiga dari orang tua yang berbeda ini matanya malah terlihat sipit di hari kelahiran mereka. Eh, lama-lama jadi seperti almond juga.






Lihat, sipit kan?

Penasaran, kalo besar nanti mata mu seperti apa yah? Let's see...Moga panjang umur sayang....

Ulang Tahunmu (Seharusnya)



Jika hari ini kau masih di sini, pastinya kau sudah lancer mengomel…
Jika hari ini kau masih disini, pastinya sudah sibuk dengan teman barumu di play group…
Jika hari ini kau masih di sini, pastinya kita lebih sering menghabiskan waktu bersama, karena kesibukanku yang semakin berkurang…
Jika hari ini kau masih di sini, pastinya gaun Cinderella itu sangat manis kau kenakan saat mengobrak abrik rumah…
Jika hari ini kau masih di sini, pastinya kita akan tidur bareng lagi dikamar favoritmu…
Jika hari ini kau masih di sini, pastinya lagi-lagi kau akan merebut makananku…
Jika hari ini kau masih di sini, kan kukecup keningmu, berdoa untuk kesembuhanmu, dan berucap,

"Happy Birthday Princess Zahrah"
(ditulis 24 September 2009)

Mencari cahaya


When you try your best but you don't succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can't sleep
Stuck in reverse

And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse?

Sesaat setelah melihat pengumuman di situs LAN dan tidak mendapati namaku di sana, syair lagu coldplay ini langsung bergema di kepalaku diiringi barisan tetes air di pelupuk mata. Sakit…

Kegagalan sering menghantuiku. Tapi tidak ada yang sesakit ini. Biasanya saya cuma menganggapnya angin lalu dan bergembira menyambut hari-hari berikutnya yang penuh tantangan. Tapi kali ini, air mata itu mengalir kurang lebih satu menit…

LAN adalah salah satu lembaga yang paling menarik hatiku selain BTN. Hanya dua tempat inilah usaha dan harapan terbesarku berlabuh. Ada keyakinan akan masa depan yang cerah ketika mengikuti tahapan-tahapan ujiannya yang dari sudut pandangku, dilakukan dengan jujur. Tak terlihat jejak-jejak nepotisme di dalamnya, membuatku tersentuh dan berharap…

Harapanku semakin melambung ketika lulus tes tahap I. Diantara 15 pelamar yang lulus berkas, dan akhirnya tersaring hingga 5 orang setelah tes tertulis (tahap I), namaku tidak pernah hilang dari daftar peserta yang lulus. Hingga hari ini…

Yang paling membuat tidak rela adalah tahapan perjuangannya yang kuberi nilai ‘outstanding!’ - saking susahnya. Setelah tiga hari berturut mengikuti tahapan kedua tes, yaitu

1) tes potensi akademik – yang meski cuma berlangsung selama 3 jam tapi sudah sangat cukup menaikkan tensi darah karena porsi soal dan porsi waktu yang diberikan sangat tidak sinkron (kalau tidak salah ingat, soal dibagi tiga bagian, tiap bagian + 150 soal dengan jatah satu jam);

2) Psikotes – tes inilah yang paling lama. Bahkan saat adzan magrib sudah berkumandang-pun, kami (peserta tes) masih disibukkan dengan tebak-tebak alur cerita bergambar. Meski sudah di asup cemilan dan makan siang dari panitia, maag ku kambuh tepat pukul 3 sore. Padahal tidak ada satu tes pun yang berhasil membuat maagku ngambek sebelumnya.

3) Wawancara – inilah tes yang paling kutakuti (saya yakin, disinilah nilai minus terbanyakku). Kita tidak pernah tahu apa yang akan ditanyakannya. Pertanyaan akan berkembang sesuai jawaban yang kau lontarkan juga tergantung mood si pewawancara. Hari itu ada dua Bapak yang mewawancaraiku. Satunya bertanya teknis dan satunya lagi bertanya psikologis. Pertanyaan seputar Cicak Buaya masih bisa kujawab, tapi ketika beliau-beliau bertanya tentang teknis LAN, kujawab seadanya saja. Memang wawasanku tentang lembaga ini masih sangat dangkal. Hehe…


Yah beginilah kalau terlalu banyak dosa…
Lelah….kecewa…ingin rasanya berhenti sampai di sini, berhenti berharap.
Rasanya perjuanganku telah mencapai titik kulminasinya
Tak ada lagi energi yang tersisa untuk berjuang lagi
Meski kenyataannya status masih pegawai rumahan…

Aaarghhh…
Ke mana lagi harus mencari?
Sementara tak ada lagi energi yang tersisa….
Adakah cahaya untukku?

Target Semasa Nganggur!!!




1. Setir Mobil (60%)
2. Bawa Motor (50%)
3. Belajar buat cemilan sendiri (10%)
4. Tidak Putus Asa Cari Kerja (50%)
5. Berdoa dan Berusaha (80%)

Semangat!!!!

:-P













Selamat dan Sukses untuk diriku
Selamat memperpanjang deretan pengangguran...

!!!!!!!

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAArrrrrrrrrrggggggggggggghhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!

Hujan, Angin, dan Petir yang Cemburu



8 Maret, Xtra-net 21.15 WITA


Siang tadi matahari memancarkan sinarnya begitu cerah, terik, dan menyengat...

Dia jadi penguasa hari

Malamnya, seperti tak mau kalah, hujan, angin, dan petir, mengamuk.

Saling berlomba beradu kekuatan

Tidak mau sabar menunggu giliran, ketiganya show up rame-rame, ingin jadi
penguasa malam

Ruang Bersalin Lagi? Fiuh...



Lagi-lagi harus menghadapi ruang bersalin. Merunut dari pengalaman-pengalaman yang lalu, ruang bersalin bagiku adalah ruangan yang hawanya bisa membuat hatiku merinding, jantungku berdetak lebih kencang, tiba-tiba bagian pencernaan mengalami sirkulasi yang tidak teratur, dan membuat sekujur tubuhku lemas dengan secuil akal yang kebingungan.

Ruang bersalin yang satu ini begitu berbeda. Begitu ramai. Gaduh. Pengujinya berusia kira-kira ada seumuran denganku tapi ada juga beberapa yang lebih tua. Dan yang sedang di uji bukan cuma saya sendiri, tapi juga ada empat orang lain yang menduduki posisi yang sama denganku. Ada ibu-ibu yang saat ini masih mengajar bahasa Inggris di sekolah dasar selama dua tahun lebih. Dia saingan terberatku saat ini. Selain pengalaman, daya berbicaranya jauh lebih besar dibanding kemampuanku. Di samping itu cara berpakaiannya jauh lebih rapi dibandingkan diriku yang hanya memakai jens, kemeja dan jilbab hitam, serta sepatu plastik ala MTC dengan sekuntum bunga plastik berukuran sedang di sebagai hiasannya, tanpa make up. Sementara ibu itu memakai pakaian serba hijau (seperti seragam pns tapi wanrnanya agak lebih muda) dengan make up yang lumayan cantik, serta sepatu high-heels yang high-class. Di samping kirinya duduk seorang gadis. Usianya lebih muda dariku, soalnya dia bilang masih berstatus mahasiswa semester 4 di UIN. Yang membuatku was-was, dia semester 4 bidang sastra Inggris. Terbayang di benakku bagaimana mereka membawakan materi dengan fasihnya dalam bahasa asing itu jauh melebihi kemampuanku. Tapi yang membuatku sedikit lega, ini pengalaman pertamanya. Dia terlihat sangat gugup dan kacau. Mukanya seketika pucat ketika memasuki ruang bersalin itu seperti bercermin pada bayanganku enam bulan yang lalu saat melalui tes yang serupa tapi dengan lembaga dan sistem uji yang berbeda. Ada lagi seorang lelaki. Entah usianya berapa yang jelas dia terlalu banyak tanya di ruangan itu. Membuatku dan dirinya menjadi point of interest selama lima menit di mata para penguji. Gerah rasanya. Tak peduli dengan kualifikasinya, yang jelas orang ini menjengkelkan!

Di ruang bersalin seukuran ruang dua kali ruang ujian mejaku itu perasaanku kacau balau. Awalnya sangat tertekan karena sainganku rata-rata ahli di bidang ini. Belum lagi, mereka semua terlihat sangat siap dengan materi yang akan mereka sajikan. Ada yang membawa kopian materi, ada yang membawa kopian soal-soal latihan, bahkan ada yang membawa makanan dan alat tulis sebagai alat peraga pembantu persentasi. Smemntara saya? Hanya bermodal catatan kasar, outline bahan ajarku di selembar kertas, rasa PD yang sifatnya tiba-tiba, dan strategi mengajar dari tempat kerjaku dulu (jadi sedikit nyesal sudah mencercanya berlebihan. Setidaknya ada ilmu yang bisa kudapat).

Terlebih lagi hanya saya yang langsung lolos babak kedua tes ini. Karena telat memasukkan berkas, jadinya tes tertulisku akan dilaksanakan setelah tes kedua ini. Untungnya Endang memilih alasan yang jelas dan tepat untuk membenarkan keterlambatanku. Soalnya ini kesalahan berdua, jadi harus kompak. Tapi bagaimanapun, keterlambatan bukanlah hal yang bisa ditoleransi dengan mudah. Ada banyak pertimbangan hingga alasanku bisa diterima dan dimaafkan. Konsekuensinya, saya harus menghadapi kedua tes tersebut dalam keadaan sangat tidak siap mental dan strategi. Pasrah!

Perasaanku jadi sedikit lebih tenang ketika kontestan pertama dan kedua selesai melakukan tesnya. Ada sedikit nilai lebih yang kupunya, setidaknya. Si ibu cantik, terlalu keibuan dalam mengajar, sementara siswanya nanti (kalau lulus) adalah anak remaja yang membutuhkan keceriaan dan cenderung mudah bosan. Si anak UIN terlalu teks book. Tapi sebenarnya dia cerdas, sedikit diasah, jadilah dia pengajar yang handal. Yang satunya lagi, si cowok yang mengesalkan itu, malah berpidatotentang cara mengajar yang baik dan benar (hei, ini tes mengajar, bukannya pidato pimpinan upacara!).

Setelah melalui tes, beban itu hilang. Tak peduli lagi bagaimana hasilnya, yang paling penting saya sudah melaluinya. Dengan senyuman. 

Penguji pertama yang memberi komentar, yang dari gerak-geriknya akhirnya saya memutuskan dialah salah satu manajer di bimbel ini, tak henti-hentinya menatapku saat berkomentar. Komentarnya kumulatif, dengan tidak menyebutkan nama, beliau berusaha menjaga perasaan masing-masing kontestan. Pandangan matan digunakannya sebagai sinyal penanda kamulah orang yang sedang saya bicarakan. Banyak kritikan yang ditujukannya padaku, tapi ada pula pujian. Yang membuatku optimis, setidaknya ada pandangan tegas dan penuh peluang di matanya ketika memandangku (ini pandangan subjektifku lho) tidak seperti ketika dia memandang kontestan yang lain. Kepercayaan diriku semakin melambung tinggi setelah mendengar komentar dari penguji-penguji yang lain yang cenderung memujiku.

Tiga minggu telah berlalu dan tak ada secuil kabar-pun dari bimbel itu. Semakin hari harapanku semakin surut. Mungkin hari itu saya terlalu sombong ketika menerima pujian dan sempat meremehkan peserta lain. Hari itu juga saya begitu yakin akan lulus, nyatanya Tuhan berkehendak lain. Ada banyak faktor yang menurutku menjadi faktor utama kegagalanku hari itu:

1. Peserta tes itu bukan cuma kami berempat, tapi ada dua gelombang sebelum kami yang sudah mengikuti tes terlebih dahulu di hari yang sama tapi di jam yang berbeda. Mungkin diantara mereka ada yang kualifikasinya jauh lebih baik dariku.

2. Tes yang saya ikuti kemarin, keduanya hanya formalitas. Sebenarnya sudah jelas saya tidak lulus karena keterlambatan berkas, tapi karena rekomendasi dari Endang, maka saya diikutkan tes tapi dengan hasil yang pasti tidak lulus. Asumsiku ini berdasar dari obrolan singkatku dengan Endang yang membenarkan ada tindakan-tindakan seperti itu yang sering dilakukan bimbel tersebut.

3. Saya terlalu sombong hingga akhirnya sang Khalik memutuskan tali rejekiku hari itu.

Ya Rabb, aku memohon ampunan-Mu untuk kesekian kalinya...
Lagi-lagi saya khilaf.
Sudah berkali-kali diingatkan, tetap saja khilaf...

Ruang Bersalin Sesi Berikutnya


Kali ini lokasinya di tempat yang berbeda tapi dengan ketegangan yang hamper serupa. Ruang bersalin kali ini adalah ruang bersalin yang dalam kamus bahasa Indonesia dapat kita temukan artinya sebagai ruang tempat ibu yang aka melalui proses persalinan atau melahirkan bayinya.

Berawal dari perasaan sakit yang menyerang kandungan k Aan(ntah bagaimana menggambarkannya soalnya saya tidak punya pengalaman sama sekali dalam bidang ini)kurang lebih setengah jam sebelum adzan magrib dikumandangkan. Rasa sakitnya kali ini tidak bisa lagi ditahannya. Keningnya berkerut, diajak becanda tapi tak seuntai senyumpun dapat diumbarnya kali ini. Tidak seperti sakit-sakit yang sering menderanya belakangan ini. Sesakit apapun, saat diajak becanda, pasti dia akan tertawa. Kata orang-orang tua yang sampai sekarang masih terjamin kebenarannya, kalau sakitnya sudah tidak bisa membuat tertawa bahkan tersenyum, itu tandanya bayinya sudah tak sabar mau melihat dunia nyata alias waktunya melahirkan!

Meski saat itu keadaan rumah diserang virus panik, tapi ibu (tentunya satu-satunya yang paling ahli dalam soal beginian dalam rumah karena waktu itu yang ada di rumah Cuma saya, ibu, bapak, mas deka, dan kak aan) tetap berpikir jernih. K aan disuruh segera mandi dan keramas, lalu sholat magrib. Begitu ritualnya menurut ibu. Katanya kalau orang mau melahirkan, sebaiknya membersihkan diri dulu, mandi bersih istilahnya dan menyempatkan diri menghadap kepada sang Khalik sebelum menghadapi para bidan di ruang bersalin.

Tiba di rumah sakit, kami langsung dibuat panik lagi dengan keputusan dokter yang mengharuskan k aan bersalin melalui operasi sesar karena air ketubannya sudah habis sementara pembukaan rahim masih dalam tahap pembukaan 1 diantara 10 pembukaan lagi selama air ketuban mengucur. Kata dokter, sebenarnya air ketubannya sudah lama keluar, tapi mungkin sang ibu tidak menghiraukannya karena dikiranya air seni biasa. Lagi-lagi ketegangan merasuki batin kami ketika dokter bilang harus disesar saat itu juga atau bayinya akan keracunan di dalam rahim. Kali ini ibu jatuh telak. Tak bisa lagi berpikir jernih dan langsung mengiyakan permintaan dokter. Kami pun turut dengan keputusan ibu. Dalam hal ini keputusannya dianggap keputusan terbaik berdasarkan pengalaman.

Saat surat keputusan operasi di tanda-tangani mas deka, saat itu di ruang bersalin, k aan sudah ditemani tabung oksigen di samping kirinya. Di samping kanan, berdiri bapak mengusap-usap kening k aan untuk menenangkan. Saya dan ibu hanya mampu melihat di balik tirai sambil menahan air mata. Perih rasanya. Jangankan bapak yang sudah berkali-kali masuk ruang operasi. Kami, saya dan ibu, yang sudah berkali-kali menunggui orang-orang terkasih kami di depan ruang operasi saja sudah merasakan trauma yang begitu besar saat mendengar kata operasi”. Tapi bapak tetap tegar. Demi anaknya, demi calon cucunya.

Sepuluh menit kurang lebih waktu yang kami butuhkan untuk bergelut dengan kerisauan di depan ruang bersalin sampai akhirnya jeritan tangis itu terdengar. Rasa haru mendengar suara si cilik yang kayaknya sehat wal afiat. Tapi bagaimana dengan ibunya? Setengah jam dia berada di ruang bersalin. Untuk di jahit dan dibersihkan sisa-sisa operasinya

Saya dan ibu ganti-gantian membaca Surah Yasin karena Al Qurán yang sempat terbawa cuma dua dan yang satunya dipegang sama mas deka. Bapak duduk di sudut koridor dekat tanaman hias dengan mulut yang tanpa henti berucap doa memohon keselamatan. K Rni yang kebetulan datang terlambat karena harus menyusui dan menidurkan Thufail terlebih dulu sebelum bisa kabur dan menanti k aan di depan kamar bersalin, duduk terdiam mungkin sambil berdoa di dalam hati. Kami sengaja tak mengabarkan k Oki perihal keadaan k aan, soalnya dia masih berada di terminal menanti keberangkatannya ke Maje’ne. Bapak khawatir, ketika k oki mendengar kabar ini dia langsung mengubah jalur perjalanan ke arah rumah sakit dan bolos kerja. Kami sepakat untuk mengabarinya setelah dia tiba di Maje’ne.

Hari itu bertepatan dengan tahun baru Imlek. Saat bangsa tionghoa mengharapkan rejeki yang berlimpah seiring dengan guyuran hujan lebat. Tapi kali ini tak ada hujan untuk orang Cina. 26 Januari 2009. Rejeki malah dilimpahkan Tuhan bagi keluarga kami. Alhamdulillah, di balik segala musibah, Tuhan menyisipkan anugerahnya yang terindah dengan kelahiran Naílah Az-Zahrah. Sebuah cahaya telah pergi mengarungi nirwaba-Nya, dan kini cahaya lain dititipkan-Nya untuk dijaga dengan lebih baik lagi. Semoga kekhilafan yang lalu tak terulang lagi. Semoga kali ini, amanat dan kepercayaan-Nya pada kami tidak lagi disiasiakan...

Baby KOSMIK


Terima kasih untuk segala kasih yang tercurahkan dari kalian. Serasa bayi yang baru lahir, mau tidak mau echy harus siap menempuh hidup baru di dunia nyata yang kejam ini.

SayangQ, Kawans...

Untuk mereka yang tak terjamah dalam bingkai moment di atas, terima kasih, doa dan semangat kalian sangat membantu dalam proses persalinan. Alhamdulillah, echy da lahir prematur...Makaci...

Di Ruang Bersalin




Jam digital di laptopnya fufu menunjukkan angka 13.27 pm.
Akses internet terbatas yang kebetulan terkoneksi dengan laptop 14 inch ini menyelamatkanku dari ketegangan menghabiskan waktu bersama pak Noer Jihad menunggu penguji lain.
Kami hanya berdua di ruang pesakitan ini. Meski udara AC cukup sejuk dan pintu di sebelah kiriku terbuka lebar hingga membuat suara anak-anak terdengar jelas dengan candaan-candaan mereka, tapi jantungku da berhenti berdegup.
Dumba'-dumba' gleter kata orang Makassar. Detik demi detik kulalui tanpa ketenangan.
Ya Allah aku memohon Ridho-Mu.
Kemarin lagi-lagi kutorehkan dosa. Meski kutahu pintu maafmu selalu terbuka, tapi tetap saja hatiku tak menemukan ketenangan.
Ya Allah, lagi-lagi kumemohon Ridho-Mu...
SayangKI' Allah....Dumba'-dumba'ka....

Kalian di mana?


Seseorang, ntah siapa,

Berani-beraninya dia masuk tanpa ijin di istanaku!

Wilayah kekuasaanku!

Meski cuma gubuk reok tak berharga ternyata bisa juga mengundang maling.

Jahat skali! Memangnya dia pikir gampang apa dapat begituan.

Perjuangan itu kasiannnnn

Bukan barang murah itu,,

Meski bukan dari gaji kerja kantoran, tapi dia didapat dari perjuangan hidup pas-pasan di negeri orang nun jauh di sana selama dua bulan. Asli berkorban cuma makan indomie selama dua bulan. Kalopun ada makan enak, itu juga karena ditraktir atau pas ada perhelatan di kampus.

Bawa pulangnya pun perjuangan. Harus di jaga, hati-hati melewati sensor penjagaan yang ketat di bandara. Tapi kali ini raib dengan mudahnya. Di ruang tamuku sendiri. Padahal saat itu saya dirumah brtiga. Tapi dia dengan lancngnya masuk. Jahat! Kenapa bukan laptop atau handphone para koruptor itu yang dia ambil? Toh punyaku saya peroleh tanpa harus mengambil hak orang lain. Mereka murni hasil jerih payahku. Jahat!

Masya Allah, Mungkin ini teguran darimu. Dosaku memang sangat besar dan tak terhitung jumlahnya. Kalau memang dengan cara seperti ini dosaku dapat ditebus, taka pa ya Allah. Setidaknya masih barang duniawi. Semoga bisa menjadi bekalku di akhiratmu. Semoga tuan maling yang terhormat menggunakan mereka sesuai dengan kebutuhannya. Semoga dapat membantunya dalam memnuhi kebutuhan baik dalam hidupnya. Pergunakanlah mereka sebaik mereka melayaniku selama kurang lebih setahun ini. Amiin